Tradisi Delay saat Mudik: Strategi Pemulihan Pelayanan dan Word of Mouth

 

Bayangkan bila Anda sudah merencanakan suatu perjalanan mudik lebaran atau natal di kampung halaman. Anda sudah mempersiapkan segala kebutuhan mudik termasuk membeli tiket pesawat meski dengan harga yang mahal. Anda sudah membayar dan melakukan web check-in sehari sebelum keberangkatan. Saat hari keberangkatan, Anda sangat bersemangat hingga berangkat ke bandara 3 jam lebih awal. Saat Anda tiba di Bandara, petugas maskapai penerbangan menghampiri Anda dan memberitahu bahwa pesawat Anda hari ini tidak dapat terbang. Pesawat Anda mengalami delay dan dijadwalkan akan diberangkatkan pada keesokan harinya. Sementara pesawat ini adalah satu-satunya pesawat menuju tujuan Anda. “Pihak maskapai penerbangan telah memutuskan bahwa Anda baru bisa diterbangkan keesokan hari. Tidak ada yang bisa saya lakukan untuk membantu Anda”, begitu jawab petugas tadi. Perasaan Anda semakin cemas, karena keluarga besar di kampung telah menyiapkan acara untuk menyambut kedatangan Anda hari ini.

 

Bila hal tersebut terjadi kepada Anda, apa yang akan Anda lakukan?. Tentunya Anda marah, kesal, dan mengajukan keberatan untuk meminta ganti rugi atas peristiwa delay pesawat Anda. Tidak hanya kerugian secara materil tetapi juga Anda mengalami kerugian non materil seperti waktu yang terbuang dan melewatkan kesempatan berkumpul bersama keluarga besar di kampung.

 

Survey yang dilakukan pada 38 konsumen menunjukkan bahwa 73,7 % akan menceritakan pengalaman buruk tersebut kepada keluarga, teman, maupun khalayak luas, secara face to face maupun melalui jejaring media sosial. Konsumen yang telah mengalami kerugian dari kesalahan pelayanan cenderung akan memberitahukan ketidakpuasan terhadap suatu perusahaan layanan tertentu kepada orang lain.

 

Fenomena ini yang disebut dengan word of mouth (WOM). Jonah Berger dalam buku best seller yang berjudul Contagious, mendefinisikan fenomena tersebut sebagai “getok tular” atau penularan informasi, cerita, dan kabar atas suatu produk atau layanan. Bila pengalaman yang dirasakan oleh seseorang dirasakan positif, maka terjadi positive word of mouth. Konsumen akan menceritakan kepuasan yang dirasakan kepada konsumen lain. Sebaliknya, bila pengalaman tersebut dirasakan negatif, maka konsumen akan melakukan negative word of mouth. Tidak sedikit kita menjumpai keluhan atau pengaduan di media cetak maupun media sosial tentang pelayanan di suatu perusahaan tertentu.

 

Pada umumnya, ketidakpuasan terhadap suatu pelayanan akan memunculkan negatif WOM. Lalu, bagaimana bila penyedia layanan sudah berusaha melakukan strategi pemulihan dengan menggunakan kompensasi dan penyampaian maaf?. Saya bersama Inastuti melakukan studi eksperimen kepada 94 orang konsumen maskapai penerbangan. Eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui apakah strategi pemulihan pelayanan (minta maaf, kompensasi, atau minta maaf & kompensasi) dapat menurunkan kekecewaan konsumen dan memunculkan positif WOM. Hasil studi eksperimen tersebut menunjukkan bahwa konsumen maskapai penerbangan akan lebih memaafkan penyedia layanan penerbangan yang melakukan pemulihan pelayanan melalui minta maaf dan disertai dengan kompensasi. Temuan dari penelitian ini bukanlah hal yang baru, karena sudah dapat diduga. Kita akan lebih memaafkan bila mendapatkan ganti rugi dan penyampaian maaf. Namun, ada point penting dari temuan tersebut yang perlu digarisbawahi yaitu pemberian kompensasi dan penyampaian maaf tidak akan memunculkan positif WOM. Meskipun konsumen lebih memaafkan, tetapi akan tetap menyampaikan peristiwa kesalahan pelayanan tersebut kepada keluarga, teman, atau orang lain. Tidak peduli startegi pemulihan apa yang diberikan oleh penyedia layanan, konsumen akan menceritakan ketidakpuasan pelayanan secara bebas.

 

Dampak dari word of mouth dapat menjadi sumber yang menguntungkan atau merugikan perusahaan. Terlebih di era digital saat ini, konsumen dapat secara bebas dan mudah meng-upload berita, informasi, peristiwa, atau perasaan yang sedang dirasakan kepada khalayak luas. Hanya dengan satu jari, maka penilaian konsumen terhadap suatu layanan akan dilihat sejumlah konsumen lain. WOM dapat dianalogikan sebagai dua sisi mata pisau, dapat berpengaruh positif maupun negatif bagi perusahaan penyedia layanan. Reputasi perusahaan yang telah dibangun dan dipertahankan dapat naik atau turun dengan drastis. Ketika terjadi WOM negatif, maka waktu, biaya, dan usaha yang telah dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendatangkan dan mempertahankan konsumen kemungkinan akan sia-sia. Calon konsumen yang potensial akan ikut tertular untuk tidak menggunakan layanan tersebut di masa mendatang.

 

Baca selanjutnya artikel terkait: Acting mana yang Anda akan Mainkan di “Panggung Sandiwara”?