Ekspresi dalam Interaksi Pelayanan

 

Meriam Bellina, aktris lawas yang sangat terkenal dengan kemampuan aktingnya mampu eksis hingga saat ini. Di saat artis-artis lain yang seusianya mulai redup dan tidak nampak lagi membintangi film ataupun iklan di televisi, namun tidak demikian pada artis yang satu ini. Ia tetap saja bersinar dan tidak pernah sepi tawaran di beberapa film lebar hingga iklan. Bakat yang paling menonjol dalam dirinya adalah mampu memerankan acting dengan berbagai ekspresi. Ekspresi menjadi modal utama yang dimilikinya, sama halnya dengan modal ekspresi yang dibutuhkan oleh pemberi layanan yaitu karyawan jasa.

 

Ekspresi karyawan jasa dalam memberikan pelayanan ternyata menjadi faktor utama yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Saya melakukan survei yang kepada 251 konsumen dari berbagai tingkat usia, pendidikan, dan pekerjaan dengan metode critical incident technique (CIT), untuk menggali pengalaman pelayanan konsumen pada masa lalu. Konsumen menuliskan beberapa peristiwa perilaku pelayanan karyawan yang menyenangkan, tidak menyenangkan, dan menyebabkan konsumen tidak kembali lagi.

 

Dari jawaban responden survei tersebut memberikan gambaran bahwa penilaian konsumen terhadap perilaku karyawan yang menyenangkan menempatkan ekspresi tulus sebagai aspek yang terpenting (37.2%) terhadap kepuasan konsumen. Ekspresi wajah karyawan yang ramah dalam memberikan pelayanan menjadi perhatian utama konsumen, dibandingkan kualitas produk yang dihasilkan. Perilaku karyawan yang dinilai menyenangkan dalam bentuk ekspresi wajah dideskripsikan dalam respon konsumen berikut:

 

“Senyum, menyambut dengan tulus pada saat pertama kali, memberi ucapan terima kasih saat membayar. Tidak segan untuk membantu, ekspresinya terlihat tulus, bukan tulus yang dibuat-buat”. (18 RIL; 22, P, mahasiswa)

 

“…….sambutan yang sangat akrab yang membuat pembeli merasa nyaman, ungkapan terima kasih pada saat selesai makanpun terasa tulus dan sungguh-sungguh diucapkan. Sekalipun rasa makanan yang disajikan kurang memuaskan tapi dengan perilaku penjual yang diperlihatkan, saya cukup senang merasa makan di tempat itu…..”. (23 RIL; 30, L, karyawan swasta).

 

Ekspresi emosi positif yang ditampilkan berdampak pada penilaian terhadap kualitas pelayanan yang positif pula. Matilla dan Enz dalam Journal of Service Research menuliskan bahwa emosi yang ditunjukkan oleh kasir hotel memiliki dampak terhadap evaluasi konsumen. Ekspresi emosi yang positif  juga mempengaruhi jumlah tip yang diberikan oleh konsumen. Semakin tulus ekspresi emosi yang dihasilkan, maka semakin besar jumlah tip yang didapatkan. Karyawan yang menampilkan emosi positif mendapatkan penilaian yang lebih baik dalam hal kualitas pelayanan.

 

Pada kutub yang berbeda, terdapat pula respon jawaban tentang ekspresi wajah yang tidak menyenangkan. Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan adalah ketidaksesuian antara emosi karyawan dengan ekspresi yang ditampilkan, atau ketidaksesuaian antara standar operasional prosedur (SOP) dengan ekspresi yang ditampilkan kepada konsumen. Salah satu respon konsumen terhadap ekspresi wajah karyawan yang tidak menyenangkan sebagai berikut:

 

“….. terlalu mengikuti SOP-an sehingga saya rasanya pengen muntah dengan cara pelayananya. Akhirnya mereka tidak fleksibel dalam melayani. Tidak sinkron antara sapaan dan muka ” (018 F; 27, L , wiraswasta)

 

Ekspresi SOP hanya memfokuskan pada tarikan bibir dan sapaan yang tertuang dalam naskah, tetapi tidak benar-benar merasakan emosi tulus dalam melakukan proses pelayanan kepada konsumen. Sehingga sering dinilai tidak sesuai antara wajah yang ditampilkan dan sapaan yang dilontarkan. Hasilnya, konsumen merasa bahwa perilaku karyawan dibuat-buat saja dan nampak palsu.

 

Dari survei yang saya lakukan ini, meski hanya pada konteks pelayanan, namun ada kesamaan yang bisa kita aplikasikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dalam interaksi interpersonal, kita seringkali hanya menampilkan ekspresi yang normatif atau berpura-pura nampak menyenangkan namun tidak benar-benar merasakan emosi yang positif. Kondisi demikian disebut dengan disonansi emosi. Maka penting untuk mengelola ekspresi emosi diri karena penularan emosi dapat terjadi kepada orang-orang disekeliling kita.  Bisa jadi ketidakpuasan yang dirasakan oleh pasangan kita, sahabat, anak atau keluarga kita, bermula dari ekspresi emosi yang selama ini kita tampilkan belum tepat.

 

Baca juga: Acting mana yang Anda akan Mainkan di “Panggung Sandiwara”?